Friday, January 20, 2012

IMMANUEL KANT - AHLI FALSAFAH BARAT




IMMANUEL KANT

Beliau dilahirkan pada 22 April 1724 dan meninggal dunia pada 12 Februari 1804. Beliau merupakan seorang ahli falsafah Jerman yang mana berasal dari Konigsberg(hari ini dikenali sebagai Kalinigard di Rusia). Beliau mengkaji , mengajar dan menulis dalam bidang falsafah dan antropologi pada akhir kurun ke 18 yang mana ketika itu merupakan zaman ‘Enlightenment’. Ketika zaman Enlightenment lahir penemuan baru dalam Sains dan kejayaan dalam bidang tersebut. Antara tokoh yang terkenal ketika itu ialah Isaac Newton , Carl Friedrich Gauss dan R obert Boyle yang menggunakan teori logik akal.

Beliau merupakan anak yang keempat daripada sembilan adik-beradik. Bapanya bernama Johan George Kant (1682-1746), bapanya meninggal dunia ketika beliau berusia 22 tahun. Bapanya bekerja sebagai tukang besi dan juga dia merupakan peniaga. Ibu beliau bernama Regina Dorothea Reuter (1697-1737),ibunya meninggal dunia ketika beliau berumur 13 tahun. Beliau dibaptis dengan nama Emanuel namun begitu selepas dia mempelajari kitab-kitab Ibrani beliau menukarkan nama beliau kepada Immanuel. Beliau penganut agama Pieties. Dibesarkan dalam susana yang mempunyai keprcayaan tinggi terhadap agama dan menterjemah Bible secara literal ataupun harfiah. Beliau tidak pernah mengembara lebih 10 batu dari Konigsberg .

Latar belakang pendidikan beliau ialah :
1- Saint George’s Hospital School
2-Collegium Fredericianum
3-University of Konigsberg

Latar belakang kerjaya :
1-Pengajar / Tutor Peribadi
2-Pensyarah di University of Konigsberg

Pengiktirafan :
~ Mendapat gelaran Professor  (1770)

Karya :
1-
Kritik der Reinen Vernunft , 1781 (Critique  of  Pure Reason)
2-
General Natural History and Theory of Heavens, di mana ia membahas hipotesis bahawa sistem suria sebenarnya bersumber pada materi asal nebula.
3-
The Dreams of a Visionary Illustrated with the Dreams of Metaphysics , 1766





PEMIKIRAN  IMMANUEL KANT

         Dasar pemikiran Kant mengenai metafizik adalah adanya konflik antara dua aliran, yakni empirisme dan rasionalisme di mana bagaimana ilmu pengetahuan itu ditafsir. Menurut aliran rasionalisme, sumber ilmu pengetahuan adalah akal budi; yang menekankan pentingnya matematik dalam ilmu pengetahuan ilmiah. Falsafah penganut aliran ini adalah Descartes (1596-1650), Spinoza (1632-1677) dan Leibniz (1646-1716). Sedangkan menurut aliran ‘empirisme’, sumber ilmu pengetahuan adalah pengalaman; yang menekankan pentingnya ‘eksperimen' dalam ilmu pengetahuan ilmiah. Penganut aliran ini adalah Locke (1632-1704), Newton (1642-1727) dan  Hume (1711-1776). Apa yang dilakukan oleh Kant antara lain adalah: (1) menyatukan rasionalisme dan empirisme, yakni dengan menunjukkan bagaimana pengetahuan (ilmiah) adalah sesuatu yang wujud, dan bahawa akal budi serta pengalaman mempunyai sumbangan atas pengetahuan tersebut; (2) untuk menolak skeptisisme dari Hume yang menyatakan bahwa pengalaman itu secara ekstrim terbatas pada jenis pengetahuan apa yang dapat memberikannya.
           

 Menurut Kant dalam bukunya The Critique of  Pure Reason, akal budi manusia di dalam suatu lingkungan kognisinya mempunyai hakikat sedemikian rupa, sehingga manusia sentiasa mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai dunia yang sesuai dengan hakikat akal budi-nya, yang tak akan pernah mereka ketahui jawaban-jawabannya. Akal budi manusia bermula dengan prinsip-prinsip yang tidak dapat disalurkan setelah pengalaman, di mana pada waktu yang sama pengalaman dapat memastikan kebenaran. Dengan prinsip-prinsip tersebut, akal budi manusia membangun. Namun proses aktiviti akal budi manusia tidak pernah selesai, kerana pertanyaan-pertanyaan baru tidak akan pernah berhenti untuk menunjukkan dirinya. Dengan demikian akal budi manusia terdorong untuk merujuk kepada prinsip-prinsip yang sebenarnya melebihi wilayah pengalaman, dan yang tidak dapat dipercayai oleh pandangan umum. Hal ini kemudian menjadi kekacauan dan pertembungan, di mana akal budi manusia diduga memiliki kesalahan yang tersembunyi yang tidak dapat ditemui, kerana prinsip-prinsip yang dianutinya tadi melebihi batas pengalaman, yang tentunya tidak dapat diuji melalui proses itu. Aspek pertandingan antara akal budi dan pengalaman yang tidak berhujung inilah yang dinamakan metafizik.
            

Ada dua maksud metafizik, menurut Kant: Metafizik yang pertama adalah pengetahuan spekulatif tentang kenyataan melampaui akal yang tidak bersyarat. Inilah pengertian metafizik kuno yang dibongkar dalam The Critique of Pure Reason. Sedangkan metafizik yang hendak dibangun Kant adalah “metafizik sebagai sains”, yakni rekaciptaan seluruh pengetahuan yang diperoleh dengan akal budi murni dan tertata secara sistematik. Metafizik sebagai sains terdiri dari dua bahagian: metafizik alam, yakni yang mengandungi seluruh prinsip a priori tentang “apa”; dan metafizik moral, yang berisikan seluruh prinsip a priori tentang “apa yang seharusnya”. (lihat a priori di paragraf seterusnya)
          

 Beberapa istilah teknik yang digunakan Kant:
(1) Kebenaran a priori (secara etimologis bererti “dari hal yang lebih awal”), yakni kebenaran yang bergantung dari pengalaman atau kebenaran yang datang sebelum kita berinteraksi dengan objek. Kebenaran ini memiliki kesahihan sejagat dan pasti, misalnya: kebenaran matematik bahawa 1+2=3;
(2) Kebenaran a posteriori (secara etimologis bermaksud “dari hal yang lebih kemudian”), yakni kebenaran yang didasarkan atas pengalaman atau kebenaran yang datang sesudah kita berinteraksi dengan objek. Misalnya: anjing itu menyalak;
(3) Proposisi Analitik, yakni proposisi di mana konsep predikatnya terdapat dalam konsep subjeknya. Misalnya dalam proposisi “Setiap orang menempati ruang”, konsep dari menempati ruang, dinyatakan dalam sebuah analisis dari cirri-ciri orang.   Menurut ahli falsafah sebelum Kant, dalam proposisi ini, kebenarannya hanya boleh diketahui secara a priori. Dan ini member maksud jika proposisi itu benar maka kebenarannya bersifat pasti dan dan tidak tidak bergantung dari pengalaman untuk membuktikan status kebenaran itu;
(4) Proposisi Sintesis, yakni proposisi dimana konsep predikatnya tidak ditemukan dalam konsep subjeknya. Misalnya dalam proposisi “Pohon ini tingginya 2 meter”. Proposisi ini telah tersintesiskan, dalam maksud konsep-konsep didalamnya telah menyatu menjadi sebuah proposisi baru dan tidak ditemukan dalam konsep individu manapun. Proposisi ini bersifat kontingen, yang bererti proposisi tersebut boleh jadi benar atau salah sehingga kebenarannya hanya dapat diketahui secara a posteriori, dengan kata lain kebenarannya ditentukan oleh pembuktian dari pengalaman.
           

 Menurut Hume, semua proposisi yang signifikan haruslah salah satu dari kemungkinan ini: (1) bersifat sintesis dan a posteriori atau (2) bersifat analitik dan a priori. Namun Kant memperkenalkan kategori proposisi signifikan yang ketiga, yakni: yang bersifat sintesis a priori. Menurut Kant, proposisi yang bersifat sintesis a priori merupakan proposisi yang sifatnya benar tanpa memerlukan pertimbangan dari pengalaman. Lebih jauhnya, proposisi yang bersifat sintesis a priori seperti misalnya: “Segala sesuatu pasti memiliki sebab”, tidak pernah dapat dibuktikan oleh para penganut aliran empirisme karena mereka telah telah terdoktrin bahawa “pasangan” dari sintesis adalah posteriori dan sebaliknya, “pasangan” dari analitik adalah a priori. Begitu juga dengan penganut aliran rasionalisme. Mereka terlalu terpaku dengan rangkaian istilah tersebut, sehingga mereka seringkali salah. Seperti misalnya dalam proposisi “Diri sendiri merupakan zat tunggal” (The self is a simple substance), mereka mengira bahwa proposisi tersebut dapat dibuktikan secara analitik a priori tapi ternyata tidak. Kant berhujah, bahawa proposisi yang bersifat sintesis a priori memerlukan sejumlah bukti dibandingkan proposisi yang sifatnya analitik a priori atau sintesis a posteriori. Petunjuk dari bagaimana melakukannya, menurut Kant, dapat ditemukan dalam sejumlah proposisi yang ada dalam ilmu pengetahuan alam dan matematik. Proposisi geometri seperti “Sudut-sudut dari segitiga selalu berjumlah 180°” merupakan sesuatu yang diketahui secara a priori, namun hal tersebut tidak hanya diketahui dari sebuah analisis atas konsep segitiga saja. Kita harus “keluar dan melebihi konsep... menggabungkan hal tersebut ke dalam pemikiran yang bersifat a priori, di mana kita tidak mempunyai pemikiran itu.”    


Inovasi Kant secara metodologi adalah dengan menggunakan apa yang disebut sebagai argumen transendental untuk membuktikan proposisi yang bersifat sintesis a priori. Salah satu hujahnya adalah “ada kenyataan yang wujud di dalam waktu dan tempat di luar diriku”, yang tidak boleh dibuktikan baik secara a priori mahupun posteriori. Menurutnya, ada sebuah kenyataan yang bersifat saling bergantungan dan di luar pengalaman manusia. Ia menyebut kenyataan itu sebagai dunia noumena—yakni dunia nyata dalam-dirinya-sendiri. Sedangkan dunia yang tampak di hadapan kita adalah dunia fenomena—yakni dunia yang dirakam oleh pengalaman indera kita. Oleh sebab itu, ia berpendapat bahawa pasti ada sesuatu yang sifatnya tetap di luar dirinya, yang tidak dapat dijangkau oleh dirinya sendiri.


Pemikiran Kant, salah satunya dirancang untuk menunjukkan terbatasnya pengetahuan kita. Penganut aliran rasionalisme percaya bahwa kita dapat memiliki pengetahuan metafizik tentang Tuhan, Jiwa, Zat, dan sebagainya. Mereka percaya bahwa pengetahuan tersebut secara transendental, ada. Menurut Kant, kita tidak dapat memiliki pengetahuan dari alam di luar dari yang sifatnya empirisme. Jadi, pengetahuan yang transendental tadi sifatnya sempurna (ideal), bukan nyata (real), untuk fikiran seperti yang kita miliki.Kant menyatakan bahawa fikiran sendiri, mempunyai keupayaan yang reseptif, yakni kebolehupayaan akal; serta mempunyai keupayaan yang konseptual, yakni pemahaman.


Menurut Kant, ruang merupakan bentuk a priori dari kebolehupayaan akal. Kita sendiri tidak dapat merasakan pengalaman atas sesuatu objek, tanpa mampu menunjukkannya secara ruang (spatial). Dengan demikian tidak mungkin bagi kita untuk menggenggam suatu objek, kecuali kita dapat melukiskan besarnya ruang yang ditempati oleh objek itu. Manakala waktu, merupakan keadaan yang pasti bagi intuisi kita dalam merasakan objek, namun tidak wujud sebagai sesuatu dalam dirinya sendiri (time does not exist as a thing in itself). Jadi kesimpulannya, kita tidak akan dapat merasakan pengalaman atas suatu objek, yang tidak ada dalam ruang dan waktu.


Menghadapkan sensasi ke dalam keadaan ruang dan waktu, tidaklah cukup untuk mempertimbangkan suatu objek dengan tepat. Menurut Kant, pemahaman haruslah memberikan konsep-konsep yang dapat dijadikan aturan mengenai apa yang masuk akal dan sejagat di setiap perwakilan objek yang berbeza-beza. Ia meyebut bahawa, “Tanpa kebolehupayaan akal maka tiada objek yang dapat diberikan pada kita; dan tanpa pemahaman maka tiada objek yang dapat kita fikirkan. Pemikiran tanpa isi adalah kosong; dan intuisi tanpa konsep adalah buta”.
            

Menurut laman sesawang  http://www.spaceandmotion.com/Metaphysics-Hume-Kant-Popper-Kuhn.htm kekeliruan Kant adalah ia tidak menyedari bahawa waktu disebabkan oleh gerakan gelombang (wave motion) dari ruang. Sehingga sebenarnya gerakan-lah (motion) yang pasti bagi kita untuk merasakan sesuatu.  Kita dengan mudah dapat mengerti hal ini, misalnya dengan membayangkan bahawa objek dalam ruang tidak dapat bergerak, sehingga dunia menjadi beku dan statik — sehingga tidak akan ada waktu atau perubahan. Justeru kita akan dapat menyedari asas a priori alamiah dari gerakan (motion). Sehingga gerakan gelombang dari ruang sebenarnya wujud dan pasti a priori bagi kita untuk merasakan sesuatu.
           

Rumusan daripada kajian pemikiran Kant dapat diterjemahkan kepada dua konsep iaitu Rumus Kemanusiaan (Formula of Humanity) di mana manusia harus melayan antara sesama sebagai makhluk dewasa yang berkongsi hak dan tanggungjawab menentukan nasib mereka melalui kehidupan di dunia ini. Keduanya adalah Hukum Alasan (Laws of Reason) yang bersekutu dengan konsep metafizik di mana manusia bertanggungjawab menjadikan dunia sebagai tempat yang wajar bagi hubungan antara sesama. Konsep kedua-duanya dimuatkan dalam The Critique of  Pure Reason.

1 comment:

  1. salam.ada nota ataupun artikel mengenai falsafah immanual kant x?blh mtk x?

    ReplyDelete